• Beranda
  • Akhlaq
  • aljazeera
  • alquran
  • Amalan
  • Anak - anak
  • Aqidah
  • BANTAHAN
  • Berita
  • Bid'ah
  • CATATAN PRIBADI
  • Cinta
  • Doa
  • Dunia muslim
  • fatwa
  • FATWA ULAMA
  • Fiqh
  • FIQIH
  • Gaza
  • hijab
  • HIZBIYYAH
  • Hukum
  • ibadah
  • imam
  • Jenazah
  • Jihad
  • Keistimewaan Al-Qur'an
  • Kiamat
  • KISAH
  • kisah nyata
  • Kurban
  • Lailatul Qadr
  • LAIN-LAIN
  • madzhab
  • Muslimah
  • nasihat
  • Niat
  • Nikah
  • pendidikan
  • PENYEJUK HATI
  • Puasa
  • puisi
  • Remajaku
  • Renungan
  • Risalah Ulama
  • ru'yah
  • Safar
  • saudara
  • Sholat
  • suap
  • Surga
  • tatacara
  • taubat
  • Tauhid
  • Tazkiyatun Nufus
  • tips jitu
  • ulama
  • Yahudi

Tausyiah

Berpegang Pada Al-qur'an dan Sunnah

    • Beranda
    • Contact
    • Disclaimer
    • Tentang Kami
    • Terms of Service
    • Privacy Policy

    Postingan Populer

    Keagungan peranmu dalam hidupku ya Umii

    Muslimah
    Minggu, Februari 10, 2013
    0

    Jangan Biasakan Mencontek!!

    CATATAN PRIBADI
    Minggu, November 01, 2009
    0

    Peran penting teman dalam hidup kita

    Akhlaq
    Minggu, Februari 10, 2013
    0

    Pede Dong jadi Remaja Muslim!

    Remajaku
    Sabtu, Oktober 22, 2011
    0

    Antara Ucapan Syukran dan Jazakallahu Khairan

    FATWA ULAMA
    Jumat, Oktober 30, 2009
    0

    HUKUM SEPUTAR SUAP DAN HADIAH

    Hukum suap
    Selasa, Desember 09, 2008
    2

    Inilah Sepak Terjang Neo Khawarij DI/TII (6): Tafsir Ayat Hijrah

    Aqidah HIZBIYYAH
    Senin, Februari 22, 2010
    0
    Author
    oracle
    Tautan disalin ke papan klip!
    Share Posts "ANTARA ADAT DAN IBADAH"
  • Salin link
  • Simpan Ke Daftar Bacaan
  • Bagikan ke Facebook
  • Bagikan ke Twitter
  • Bagikan ke Pinterest
  • Bagikan ke Telegram
  • Bagikan ke Whatsapp
  • Bagikan ke Tumblr
  • Bagikan ke Line
  • Bagikan ke Email
  • HomeHukumibadahTauhidANTARA ADAT DAN IBADAH
    ANTARA ADAT DAN IBADAH

    ANTARA ADAT DAN IBADAH

    Simpan Postingan
    Oleh
    Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi Al-Atsari

    Ini adalah sub kajian yang sangat penting yang membantah anggapan
    orang yang dangkal akal dan ilmunya, jika bid'ah atau ibadah yang
    mereka buat diingkari dan dikritik, sedang mereka mengira melakukan
    kebaikan, maka mereka menjawab : "Demikian ini bid'ah ! Kalau begitu,
    mobil bid'ah, listrik bid'ah, dan jam bid'ah!"

    Sebagian orang yang memperoleh sedikit dari ilmu fiqih terkadang
    merasa lebih pandai daripada ulama Ahli Sunnah dan orang-orang yang
    mengikuti As-Sunnah dengan mengatakan kepada mereka sebagai
    pengingkaran atas teguran mereka yang mengatakan bahwa amal yang baru
    yang dia lakukan itu bid'ah seraya dia menyatakan bahwa "asal segala
    sesuatu adalah diperbolehkan".

    Ungkapan seperti itu tidak keluar dari mereka melainkan karena
    kebodohannya tentang kaidah pembedaan antara adat dan ibadah.
    Sesungguhnya kaidah terseubut berkisar pada dua hadits.

    Pertama : Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

    "Artinya : Barangsiapa melakukan hal yang baru dalam urusan (agama)
    kami ini yang tidak ada di dalamnya, maka amal itu tertolak".

    Hadits ini telah disebutkan takhrij dan syarahnya secara panjang lebar.

    Kedua : Sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam peristiwa
    penyilangan serbuk sari kurma yang sangat masyhur.

    "Artinya : Kamu lebih mengetahui tentang berbagai urusan duniamu"

    Hadits ini terdapat dalam Shahih Muslim (1366) dimasukkan ke dalam bab
    dengan judul : "Bab Wajib Mengikuti Perkataan Nabi Shallallahu Alaihi
    Wa Sallam Dalam Masalah Syari'at Dan Yang Disebutkan Nabi Shallallahu
    'Alaihi Wa Sallam Tentang Kehidupan Dunia Berdasarkan Pendapat", dan
    ini merupakan penyusunan bab yang sangat cermat

    Atas dasar ini maka sesungguhnya penghalalan dan pengharaman,
    penentuan syari'at, bentuk-bentuk ibadah dan penjelasan jumlah, cara
    dan waktu-waktunya, serta meletakkan kaidah-kaidah umum dalam muamalah
    adalah hanya hak Allah dan Rasul-Nya dan tidak ada hak bagi ulil amri
    [1] di dalamnya. Sedangkan kita dan mereka dalam hal tersebut adalah
    sama. Maka kita tidak boleh merujuk kepada mereka jika terjadi
    perselisihan. Tetapi kita harus mengembalikan semua itu kepada Allah
    dan Rasul-Nya.

    Adapun tentang bentuk-bentuk urusan dunia maka mereka lebih mengetahui
    daripada kita. Seperti para ahli pertanian lebih mengetahui tentang
    apa yang lebih maslahat dalam mengembangkan pertanian. Maka jika
    mereka mengeluarkan keputusan yang berkaitan dengan pertanian, umat
    wajib mentaatinya dalam hal tersebut. Para ahli perdagangan ditaati
    dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan perdagangan.

    Sesungguhnya mengembalikan sesuatu kepada orang-orang yang berwenang
    dalam kemaslahatan umum adalah seperti merujuk kepada dokter dalam
    mengetahui makanan yang berbahaya untuk dihindari dan yang bermanfaat
    darinya untuk dijadikan santapan. Ini tidak berarti bahwa dokter
    adalah yang menghalalkan makanan yang manfaat atau mengharamkan
    makanan yang mudharat. Tetapi sesungguhnya dokter hanya sebatas
    sebagai pembimbing sedang yang menghalalkan dan mengharamkan adalah
    yang menentukan syari'at (Allah dan Rsul-Nya), firmanNya.

    "Artinya : Dan menghalalkan bagi mereka segala hal yang baik dan
    mengharamkan bagi mereka segala hal yang buruk" [Al-Araf : 157] [2].

    Dengan demikian anda mengetahui bahwa setiap bid'ah dalam agama adalah
    sesat dan tertolak. Adapun bid'ah dalam masalah dunia maka tiada
    larangan di dalamnya selama tidak bertentangan dengan landasan yang
    telah ditetapkan dalam agama [3]. Jadi, Allah membolehkan anda membuat
    apa yang anda mau dalam urusan dunia dan cara berproduksi yang anda
    mau. Tetapi anda harus memperhatikan kaidah keadilan dan menangkal
    bentuk-bentuk mafsadah serta mendatangkan bentuk-bentuk maslahat." [4]

    Adapun kaidah dalam hal ini menurut ulama sebagaimana dikatakan Ibnu
    Taimiyah [5] adalah : "Sesungguhnya amal-amal manusia terbagi kepada :
    Pertama, ibadah yang mereka jadikan sebagai agama, yang bermanfaat
    bagi mereka di akhirat atau bermanfaat di dunia dan akhirat. Kedua,
    adat yang bermanfaat dalam kehidupan mereka. Adapun kaidah dalam hukum
    adalah asal dalam bentuk-bentuk ibadah tidak disyari'atkan kecuali apa
    yang telah disyariatkan Allah. Sedangkan hukum asal dalam adat [6]
    adalah tidak dilarang kecuali apa yang dilarang Allah".

    Dari keterangan diatas tampak dengan jelas bahwa tidak ada bid'ah
    dalam masalah adat, produksi dan segala sarana kehidupan umum".

    Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Mahmud Syaltut dalam
    kitabnya yang sangat bagus, Al-Bid'ah Asabbuha wa Madharruha (hal. 12
    –dengan tahqiq saya), dan saya telah mengomentarinya sebagai berikut,
    "Hal-hal tersebut tiada kaitannya dengan hakikat ibadah. Tetapi hal
    tersebut harus diperhatikan dari sisi dasarnya, apakah dia
    bertentangan dengan hukum-hukum syari'at ataukah masuk di dalamnya".

    Di sini terdapat keterangan yang sangat cermat yang diisyaratkan oleh
    Imam Syathibi dalam kajian yang panjang dalam Al-I'tisham (II/73-98)
    yang pada bagian akhirnya disebutkan, "Sesungguhnya hal-hal yang
    berkaitan dengan adat jika dilihat dari sisi adatnya, maka tidak ada
    bid'ah di dalamnya. Tetapi jika adat dijadikan sebagai ibadah atau
    diletakkan pada tempat ibadah maka ia menjadi bid'ah".

    Dengan demikian maka "tidak setiap yang belum ada pada masa Nabi
    Shallallahu 'alaihi wa sallam dan juga belum ada pada masa Khulafa
    Rasyidin dinamakan bid'ah. Sebab setiap ilmu yang baru dan bermanfaat
    bagi manusia wajib dipelajari oleh sebagian kaum muslimin agar menjadi
    kekuatan mereka dan dapat meningkatkan eksistensi umat Islam.

    Sesungguhnya bid'ah adalah sesuatu yang baru dibuat oleh manusia dalam
    bentuk-bentuk ibadah saja. Sedangkan yang bukan dalam masalah ibadah
    dan tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syari'at maka bukan bid'ah
    sama sekali" [7]

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Qawa'id An-Nuraniyah Al-Fiqhiyah
    (hal. 22) berkata, " Adapun adat adalah sesuatu yang bisa dilakukan
    manusia dalam urusan dunia yang berkaitan dengan kebutuhan mereka, dan
    hukum asal pada masalah tersebut adalah tidak terlarang. Maka tidak
    boleh ada yang dilarang kecuali apa yang dilarang Allah. Karena
    sesungguhnya memerintah dan melarang adalah hak prerogratif Allah.
    Maka ibadah harus berdasarkan perintah. Lalu bagaimana sesuatu yang
    tidak diperintahkan di hukumi sebagai hal yang dilarang?

    Oleh karena itu, Imam Ahmad dan ulama fiqh ahli hadits lainnya
    mengatakan, bahwa hukum asal dalam ibadah adalah tauqifi (berdasarkan
    dalil). Maka, ibadah tidak disyariatkan kecuali dengan ketentuan
    Allah, sedang jika tidak ada ketentuan dari-Nya maka pelakunya
    termasuk orang dalam firman Allah.

    "Artinya : Apakah mereka mempunyai para sekutu yang mensyari'atkan
    untuk mereka agama yang tidak dizinkan Allah?" [Asy-Syuraa : 21]

    Sedangkan hukum asal dalam masalah adat adalah dimaafkan (boleh).
    Maka, tidak boleh dilarang kecuali yang diharamkan Allah.

    "Artinya : Katakanlah. Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang
    diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan
    (sebagiannya) halal. 'Katakanlah, 'Apakah Allah telah memberikan izin
    kepadamu (tentang ini) ataukah kamu mengada-adakan saja terhadap
    Allah?" [Yunus : 59]

    Ini adalah kaidah besar yang sangat berguna. [8]

    Yusuf Al-Qaradhawi dalam Al-Halal wal Haram fil Islam (hal.21)berkata,
    "Adapun adat dan muamalah, maka bukan Allah pencetusnya, tetapi
    manusialah yang mencetuskan dan berinteraksi dengannya, sedang Allah
    datang membetulkan, meluruskan dan membina serta menetapkannya pada
    suatu waktu dalam hal-hal yang tidak mendung mafsadat dan mudharat".

    Dengan mengetahui kaidah ini [9], maka akan tampak cara menetapkan
    hukum-hukum terhadap berbagai kejadian baru, sehingga tidak akan
    berbaur antara adat dan ibadah dan tidak ada kesamaran bid'ah dengan
    penemuan-penemuan baru pada masa sekarang. Dimana masing-masing
    mempunyai bentuk sendiri-sendiri dan masing-masing ada hukumnya secara
    mandiri.

    [Disalin dari kitab Ilmu Ushul Al-Fiqh Al-Bida' Dirasah Taklimiyah
    Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar
    Bid'ah,Penulis Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari,
    Penerjemah Asmuni Solihan Zamakhsyari, Penerbit Pustaka Al-Kautsar]
    __________
    Foote Note
    [1]. Maksudnya ulama dan umara
    [2]. Ushul fil Bida' was Sunan : 94
    [3]. Ini batasan yang sangat penting, maka hendaklah selalu mengingatnya!
    [4]. Ushul fil Bida' was Sunan : 106
    [5]. Al-Iqtidha II/582
    [6]. Lihat Al-I'tiham I/37 oleh Asy-Syatibi.
    [7]..Dari ta'liq Syaikh Ahmad Syakir tentang kitab Ar-Raudhah An-Nadiyah I/27
    [8]. Sungguh Abdullah Al-Ghumari dalam kitabnya "Husnu At-Tafahhum wad
    Darki" hal. 151 telah mencampuradukkan kaidah ini dengan sangat buruk,
    karena menganggap setiap sesuatu yang tidak terdapat larangannya yang
    menyatakan haram atau makruh, maka hukum asal untuknya adalah
    dipebolehkan. Dimana dia tidak merincikan antara adat dan ibadah. Dan
    dengan itu, maka dia telah membantah pendapatnya sendiri yang juga
    disebutkan dalam kitabnya tersebut seperti telah dijelaskan
    sebelumnya.
    [9]. Lihat Al-Muwafaqat II/305-315, karena di sana terdapat kajian
    penting dan panjang lebar yang melengkapi apa yang ada di sini.

    http://www.almanhaj.or.id/content/2136/slash/0

    Hukum ibadah Tauhid
    Kamis, Desember 11, 2008 • 0 komentar
    Disclaimer: gambar, artikel ataupun video yang ada di web ini terkadang berasal dari berbagai sumber media lain. Hak Cipta sepenuhnya dipegang oleh sumber tersebut. Jika ada masalah terkait hal ini, Anda dapat menghubungi kami di halaman ini.
    Tausyiah

    Your description here

    • Ikuti Blog
    Copyright ©2020 - 2021 🔥 Tausyiah.
    • Beranda
    • Cari
    • Posting
    • Trending
    • Tersimpan