Hakikat Yang Terlupakan Dari Imam Asy-Syafi'i Dan Kesamaan Aqidah Imam Empat
Syaikh Dr Muhammad bin Musa Al-Nashr
Imam Asy-Syafi'i adalah seorang ulama besar dan salah satu dari empat
imam besar, yang ilmunya telah tersebar di penjuru dunia, serta jutaan
kaum muslimin di negara-negara Islam, seperti Iraq, Hijaz, Negeri
Syam, Mesir, Yaman dan Indonesia bermadzhab dengan madzhabnya.
Faktor yang menyebabkan saya memilih pembahasan ini, karena mayoritas
kaum muslimin di negeri ini atau di negara ini berada di atas madzhab
Asy-Syafi'i dalam masalah furu', dan hanya sedikit dari mereka yang
berada di atas madzhab Asy-Syafi'i dalam masalah ushul. Ironisnya ini
menjadi fenomena.
Kita mendapati sejumlah orang mengaku bermadzhab Imam Malik dalam
masalah furu', namun tidak memahami dari madzhab beliau kecuali tidak
bersedekap dalam shalat. Mereka menyelisihi aqidah Imam Malik yang
Sunni dan Salafi.
Juga kita mendapati selain mereka mengaku berada di atas madzhab Imam
Asy-Syafi'i dalam masalah furu', dan tidak memahami dari madzhabnya
kecuali masalah menyentuh wanita membatalkan wudhu. Dan, seandainya
isterinya menyentuh walaupun tidak sengaja, maka ia sangat marah
sembari berteriak : "Sungguh kamu telah membatalkan wudhu' ku, wahai
perempuan !". Apabila ditanya, tentang siapakah Imam Asy-Syafi'i
tersebut, siapa namanya dan nama bapaknya, niscaya sebagian mereka
tidak dapat memberikan jawaban kepadamu, dan ia tidak mengenal tokoh
tersebut ; dalam masalah aqidah, ia menyelisihi aqidah Imam
Asy-Syafi'i, dan dalam masalah furu' ia tidak mengerti dari madzhab
beliau kecuali sangat sedikit.
Demikian juga, jika engkau mendatangi banyak dari pengikut madzhab
Hanabilah kecuali yang tinggal di menetyap di Jazirah Arab dan
sekitarnya dari orang yang terpengaruh oleh dakwah Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahab, seorang mujaddid (pembaharu) abad ke -12 Hijriyah. Kita
mendapati, kebanyakan dari pengikut madzhab Ahmad di negeri Syam dan
yang lainnya, mereka tidak mengetahui Aqidah Ahmad bin Hambal,
sehingga engkau mendapati mereka dalam aqidahnya berada di atas
madzhab Asy'ariyah atau Mufawwidhah. Padahal Imam Ahmad bin Hambal
adalah seorang Salafi dan imam Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Beliau
menetapkan nama dan sifat bagi Allah tanpa takyif, tamtsil dn tasybih.
Demikian juga pengikut madzhab Hanafiyah yang tinggal di wilayah
India, negara-negara a'jam, Turki, Asia Timur, dan negara-negara
Kaukasus serta lainnya. Kita mendapati mereka berada di atas madzhab
Imam Abu Hanifah dalam masalah furu', namun mereka tidak berada di
atas madzhab Imam Abu Hanifah dalam masalah ushul. Mereka tidak
beragama dengan aqidah imam besar ini dalam permasalahan tauhid, nama
dan sifat Allah.
Empat Imam besar ini (aimmat al-arba'ah) tidak berbeda dalam masalah
aqidah, tauhid dan ushul kecuali sedikit yang Abu Hanifah tergelincir
padanya. Yaitu dalam masalah iman, tetapi kemudian beliau rujuk dan
kembali kepada ajaran yang difahami para imam lainnya, seperti
Asy-Syafi'i, Malik dan Ahmad bin Hanbal
[Diangkat dari ceramah Syaikh Muhammad bin Musa Al-Nashr, dalam
pengantar pelajaran Aqidah Imam Syafi'i, yang disampaikan dalam
"Daurah Syar'iyah Lil Masa'il Al-Aqdiyah wal Manhajiyah", pada hari
Kamis 7 Februari 2008M yang diadakan oleh Ma'had Aaliy Ali bin Abi
Thalib bekerja sama dengan Markaz Al-Albani, Yordania]
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo –
Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
KESAMAAN AQIDAH IMAM EMPAT
Oleh
Syaikh Dr. Muhammad Abdurrahman Al-Khumais
Aqidah imam empat, Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad. Adalah yang
dituturkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah Nabi, sesuai dengan apa yang
menjadi pegangan para sahabat dan tabi'in. Tidak ada perbedaan di
antara mereka dalam masalah ushuluddin. Mereka justru sepakat untuk
beriman kepada sifat-sifat Allah, bahwa Al-Qur'an itu dalam Kalam
Allah, bukan makhluk dan bahwa iman itu memerlukan pembenaran dalam
hati dan lisan.
Mereka juga mengingkari para ahli kalam, seperti kelompok Jahmiyyah
dan lain-lain yang terpengaruh dengan filsafat Yunani dan
aliran-aliran kalam. Syaikhul Islam Imam Ibnu Taimiyyah menuturkan, "…
Namun rahmat Allah kepada hamba-Nya menghendaki, bahwa para imam yang
menjadi panutan umat, seperti imam madzhab empat dan lain-lain, mereka
mengingkari para ahli kalam seperti kelompok Jahmiyyah dalam masalah
Al-Qur'an, dan tentang beriman kepada sifat-sifat Allah.
Mereka sepakat seperti keyakinan para ulama Salaf, di mana antara
lain, bahwa Allah itu dapat dilihat di akhirat, Al-Qur'an adalah kalam
Allah bukan makhluk, dan bahwa iman itu memerlukan pembenaran dalam
hati dan lisan.[1]
Imam Ibnu Taimiyyah juga menyatakan, para imam yang masyhur itu juga
menetapkan tentang adanya sifat-sifat Allah. Mereka mengatakan bahwa
Al-Qur'an adalah kalam Allah bukan makhluk. Dan bahwa Allah itu dapat
dilihat di akhirat. Inilah madzhab para Sahabat dan Tabi'in, baik yang
termasuk Ahlul Bait dan yang lain. Dan ini juga madzhab para imam yang
banyak penganutnya, seperti Imam Malik bin Anas, Imam Ats-Tsauri, Imam
Al-Laits bin Sa'ad, Imam Al-Auza'i, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'i,
dan Ahmad.[2]
Imam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya tentang aqidah Imam Syafi'i. Jawab
beliau, "Aqidah Imam Syafi'i dan aqidah para ulama Salaf seperti Imam
Malik, Imam Ats-Tsauri, Imam Al-Auza'i, Imam Ibnu Al-Mubarak, Imam
Ahmad bin Hambal, dan Imam Ishaq bin Rahawaih adalah seperti aqidah
para imam panutan umat yang lain, seperti Imam Al-Fudhal bin 'Iyadh,
Imam Abu Sulaiman Ad-Darani, Sahl bin Abdullah At-Tusturi, dan
lain-lain. Mereka tidak berbeda pendapat dalam Ushuluddin (masalah
aqidah). Begitu pula Imam Abu Hanifah, aqidah tetap beliau dalam
masalah tauhid, qadar dan sebagainya adalah sama dengan aqidah para
imam tersebut di atas. Dan aqidah para imam itu adalah sama dengan
aqidah para sahabat dan tabi'in, yaitu sesuai dengan apa yang
dituturkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah. [3]
Aqidah inilah yang dipilih oleh Al-Allamah Shidiq Hasan Khan, dimana
beliau berkata : " Madzhab kami adalaha mazhab ulama Salaf, yaitu
menetapkan adanya sifat-sifat Allah tanpa menyerupakan-Nya dengan
sifat makhluk dan menjadikan Allah dari sifat-sifat kekurangan, tanpa
ta'thil (meniadakannya makna dari ayat-ayat yang berkaitan dengan
sifat-sifat Allah). Mazdhab tersebut adalah madzhab imam-imam dalam
Islam, seperti Imam Malik bin Anas, Imam Syafi'i, Imam Ats-Tsauri,
Imam Ibnu Al Mubarak, Imam Ahmad dan, lain-lain. Mereka tidak berbeda
pendapat mengenai ushuludin. Begitu pula Imam Abu Hanifah, beliau sama
aqidahnya dengan para imam diatas, yaitu aqidah yang sesuai dengan apa
yang dituturkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah."[4]
[Disalin dari kitab I'tiqad Al-A'immah Al-Arba'ah edisi Indonesia
Aqidah Imam Empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad) oleh Dr.
Muhammad Abdurarahman Al-Khumais, Penerbit Kantor Atase Agama Kedutaan
Besar Saudi Arabia Di Jakarta]
__________
Footnotes
[1]. Kitab Al-Iman, hal. 350-351, Dar ath-Thiba'ah al-Muhammadiyyah,
Ta'liq Muhammad
[2]. Manhaj As-Sunah, II/106
[3]. Majmu'al-Fatawa, V/256
[4]. Qathf Ats-tsamar, hal. 47-48